DR. Abizal
Muhammad Yati, LC, MA
(peserta
International conference Sufisme) melaporkan dari Istanbul, Turki.
Turki- Ketika kami mendapat undangan menghadiri konferensi di Turki, International
conference Sufisme, Banyak hal yang menarik dengan
pergerakan perubahan yang
dilakukan oleh sufi-sufi Turki. Konferensi tersebut dihadiri sekitar 60
perwakilan Negara-negara Islam di dunia. Saya
diundang bersamaa dua orang teman dari Aceh, Tgk Edy Syuhada dan Tgk Muhammad
Umar (Tgk Jiem) mendapat
kehormatan untuk mewakili Indonesia
menghadiri konferensi tingkat Internasinal yang bergengsi tersebut. (26/11/13).
CONFERENCE SUFISME diselenggarakan
oleh sebuah organisasi yang bergerak dibidang sosial, kesejahteraan dan akhlak.
Satu hal yang sangat berbeda yang saya dapatkan dalam konferensi tersebut bahwa
kebanyak sufi-sufi yang hadir dalam konferensi tersebut terdiri dari masyarakat
kelas menengah dan kelas atas dari segi ekonomi atau boleh dibilang kaum
berduit, diantara mereka pimpinan perusahaan, direktur rumah sakit, dan
lain-lain, yang mungkin berbeda dengan kita di Indonesia kususnya Aceh dimana
pergerakan sufi lebih mendominasi di kalangan
masyarakat bawah (red; miskin).
Pada konferensi tersebut
masing-masing dari perwakilan sufi memaparkan program-program yang telah mereka
laksanakan dan presatasi yang telah peroleh. Diantara yang paling menarik
adalah bahwa mereka membangun lembaga pendidikan mulai dari tingkat taman
kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan yang mereka bangun sesuai
dengan konsep Islam yang memisahkan antara kampus laki-laki dengan kampus
perempuan. Konsep ini sengaja mereka ciptakan sebagai salah bentuk
islamisasi
di Turki ditengah masyarakat Turki yang hidup dalam kebebasan berhubungan (free sex),
agar lembaga pendidikan lain bisa mencontoh apa yang telah mereka lakukan.
Sangat besar kemungkinan terjalin hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan
yang berada dalam ruangan kelas atau satu kampus.
Di samping itu lembaga pendidikan yang mereka bangun juga
sebagai media kompanye pakaian Islami, dimana sebelumnya turki pernah melarang
busana Islami kususnya jilbab bagi perempuan di tempat-tempat resmi seperti di
sekolah kampus, instansi pemerintahan dan lain-lain.
Selain itu para sufi tersebut
juga memaparkan usaha yang mereka lakukan dalam bidang bisnis, setiap usaha apa
saja yang mereka lakukan dalam bidang berbagai macam harus berdasarkan bisnis
halal sesuai dengan syariah yang jauh dari praktek ribawi, bahkan sampai
mereka membuat persyaratan yang amat ketat dimana setiap usaha yang mereka
jalankan tidak boleh menerima bantuan dari pihak manapun terutama bantuan dari
pemerintahan dan partai politik.
Mereka menjalankan usaha secara mandiri dengan modal
pribadi yang kemudian dikelola secara bersama, dimana hasilnya akan
disumbangkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, terutama korban-korban
bencana alam seperti bantuan mereka pada tahun 2004 saat Aceh dilanda Tsunami.
Diantara usaha yang telah berhasil mereka lakukan adalah rumah
sakit dengan fasilitas yang cukup dan dokter ahli dalam berbagai bidang
penyakit, lebih dari 60 negara yang mengunjugi rumah sakit tersebut untuk
berobat, sehingga rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit terbaik di Turki.
Selain itu usaha biro perjalanan haji umrah yang terus
meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai puluhan ribu jamaah umrah
pertahunnya sehingga mereka mendapat pengargaan sebagai biro perjalanan terbaik
di Turki. Banyak lagi
usaha-usaha lain yang mereka lakukan, yang semua ini untuk menghapus
praktek-praktek riba dalam usaha dan mensosialisikan bisnis halal kepada
masyarakat, dimana kita ketahui bahwa sebagian negara turki masuk dalam wilayah
eropa, tentulah sistem perekonomian yang berlaku dikawatirkan dari segi
kehalalannya.
Dari segi penguasaan media
elektronik dan cetak, mereka telah berhasil membuat stasiun televisi yang
menjadi favorit di Turki, stasiun tersebut menampilkan siaran-siaran islami
yang mengandung nilai-nilai dakwah dan pendidikan untuk semua jenjang umur.
Kehadiran stasiun televisi tersebut sangat membantu proses Islamisasi di Turki
sebagai tandingan terhadap program-program yang tidak mengandung nilai
pendidikan di televisi lainnya. Selain televisi mereka juga memiliki stasiun
radio yang mengudara di seluruh Istanbul dan sekitarnya yang programnya juga
sangat Islami. Disamping media elektronik mereka juga memiliki majalah mingguan
dan bulanan, semua konten dalam majalah tersebut mengandung nilai pendidikan
dan sesuai dengan Islam.
Pergerakan Tasauf
yang mereka lakukan sebagai gerakan dakwah untuk mengembalikan Turki kepada era
Islam yang dulu pernah jaya pada zaman khalifah Usman, yang
kemudian Islam lenyap ditelan arus sekulerisasi yang dipolopori oleh Mustafa
Kamal Attaturk, sehingga budaya Turki yang dulunya dibungkus oleh nilai-nilai
keislaman berubah 100% menjadi budaya Barat atau Eropa, bahkan simbol-simbol kesilaman dilarang untuk
ditampilkan pada tempat-tempat umum. Hal inilah faktor utama munculnya
pergerakan sufi di Turki saat ini untuk mensosialisikan kembali
nilai-nilai keislaman di tengah kehidupan masyarakat yang sekuler, dengan cara
damai tanpa kekerasan. Mereka telah melalukan masuk dalam segala bidang
kehidupan baika dunia pendidikan, usaha, penguasaan media dan sebagainya.
Konferensi tersebut berlangsung
selama dua hari penuh, kemudian diakiri dengan mengunjungi pimpinan Tariqat
Tasauf Naqsyabandiyyah yang mereka anut, yang berada di provinsi Manzil lebih
kurang 1000 km dari Istanbul. Beliau dikenal Ghaus (istilah sufi),
ratusan jamaah yang mengunjungi beliau setiap harinya untuk melakukan bai’at
(proses taubat). Beliau merupakan keturunan Rasulullah, Alhamdulillah kami
memiliki kesempatan untuk bertatap muka dengan beliau langsung. yang sangat
menarik bahwa beliau tidak menerima sedekah dalam bentuk apapun. Beliau
memiliki madrasah yang mengajarkan kitab-kitab agama-agama Islam, fokus kepada
pembinaan akhlak. Santri-santri yang menimba ilmu ditempat tersebut dari
berbagai daerah di Turki dan luar Turki, ini juga bagian dari Islamisasi dalam
bidang akhlak ditengah keterpurukan akhlak remaja masa kini di Turki.
Tarakir, saya menyimpulkan
bahwa pergerakan aliran tasauf di Turki tidak hanya terbatas pada kegiatan
ibadah semata sebagaimana tasauf yang dikenal di daerah kita Aceh, namun
pergerakan mereka telah mengarah pada segala bidang baik pendidikan, sosial,
penguasan media dan sebagainya, dengan maksud untuk menyebar luaskan dakwah
Islam kepada masyarakat, selain itu ingin mengembalikan nilai-nilai keislaman
dalam masyarakat yang hidup dalam gaya dan budaya Barat. Usaha yang mereka
lakukan sangatlah patut ditiru oleh para penganut airan tariqat tasauf di Aceh
agar nilai-nilai keislaman merata di semua kalangan dan semua bidang sehingga
Aceh murni menjalankan syariat secara kaffah.
Penulis adalah: Wadir Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu
Hasan Krueng Kalee Melaporkan dari Turki.
Posting Komentar