(Wawanacara Khusus dengan Ustadz H Mutiara Fahmi,
Lc, MA)
Islam
adalah agama yang kompleks dan komprehensif dalam segala hal. Tak terkecuali
masalah politik dan kepemimpinan, tentunya hal besar ini tidak luput dari perhatian
Islam. Kendatipun ada segelintir kaum
minoritas yang memisahkan antara agama dan Negara. Hal itu lumrah. Karena yang
namanya manusia yang mempunyai pikiran, tentu ada perbedaan. Itu sudah fitrah.
Dalam
Islam masalah kepemimpinan dianggap masalah yang sangat penting sehingga para
ulama membahas dengan mendetil dalam berabagai kitab Fiqh Siyasah. Untuk
mengetahui sejauhmana konsep kepemimpinan yang ideal menurut Islam, simak
wawancara wartawan Suara Darussalam
dengan Ustadz H Mutiara Fahmi, Lc, MA, Dewan Musytasar Yayasan Abu Hasan Krueng
Kalee di Pustaka Abu Hasan Krueng Kalee.
Bagaimana kriteria pemimpin yang ideal dalam
persektif Islam?
Bismillahirrahmnirhaim.
Pemimpin
yang ideal dalam pandangan Islam ada dua, pertama, syartul shihah
(syarat legalitas) dan kedua, syartul kamal (syarat kesempurnaan). syartul
shihah ini wajib dipenuhi untuk
adanya sebuah pemerintahan yang sah jika keadaan sebuah Negara dalam kedaan
normal. Kecuali kepemimpinan yang diraih dengan cara-cara yang tidak syar’i,
seperti kudeta atau memberontak dan sebagainya. Jika demikian sudah berlaku
hukum Waliyul amri dharuri bi syaukah.
Adapun
syartul shihah adalah sifat-sifat kepimimpinan yang utama dalam Islam;
Muslim, laki-laki, dibaiah (pemilu), mampu menjaga
agama dan kekayaan Negara, sehat fisik dan mental, suku Qurasy menurut sebagian
ulama. Kenapa suku Qurasy. Menurut Ibnu Khaldun itu sifatnya kondisional, yang
tidak baku berlaku untuk selamanya.
Lalu
apa saja yang menjadi syartul kamal (syarat kesempurnaan)?
Iya.
syartul kamal adalah Jujur, Amanah, bertanggung jawab, berilmu
dan berwawasan, tidak melakukan tindakan yang amoral dan tegas.
Namun
Islam tidak mutlak berpaku kepada dua syarat di atas untuk menjadi seorang
pemimpin yang ideal juga mempunyai visi misi yang jelas dan terukur untuk
menjaga agama dan mensejahterakan rakyat. Sebagaimana konkritnya dijelaskan
oleh Allah dalam Al-qur’an surah al-hajj ayat 41:
tûïÏ%©!$# bÎ) öNßg»¨Y©3¨B Îû ÇÚöF{$# (#qãB$s%r& no4qn=¢Á9$# (#âqs?#uäur no4q2¨9$# (#rãtBr&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (#öqygtRur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# 3 ¬!ur èpt6É)»tã ÍqãBW{$# ÇÍÊÈ
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.
Berdasarkan
ayat tadi, para ulama meyimpulkan, ada empat hal tujuan bernegara; mendirikan
shalat, menunaikankan zakat, menyuruh yang makruf serta mencegah yang munkar.
Lalu
kenapa shalat menjadi perioritas dalam bernegara. Bukankah itu hak privasi
sebagaimana yang di gembar-gemborkan oleh tokoh liberal? Shalat adalah hal yang
sangat esensial dalam agama sehingga Pemerintah perlu turun tangan dalam
menegakkan shalat. Maka dengan ini lahirlah kebijakan Pemerintah membentuk
Kementrian Agama yang mengatur seluruh
hal yg berkenaan dengan ibadah kepada Allah. Dengan perintah ini pula lahir
regulasi di setiap fasilitas umum wajib menyediakan tempat shalat yang nyaman
bagi ummat Islam. Jelas dosen
Politik Islam di UIN- Ar-Raniry ini.
Kemudian
Zakat kenapa mesti diurus oleh Negara?
Penyaluran
dan pengelolaan zakat dengan baik dan tepat sasaran merupakan simbol terhadap
jalan atau tidaknya agama di suatu Negara. Karena salah satu tugas kekhalifan
atau pemimpin dalam Islam adalah mampu menjalankan aturan-aturan agama.
Zakat
juga simbol kemakmuran sebuah Negara. Hasil penelitian Lembaga Zakat
Internasioal ada 6000 triliyun potensi zakat di seluruh dunia Islam. Jika
seluruh Negara muslim mengelola zakat dengan professional, tidak ada Negara
Islam yang miskin dan selalu sibuk mencari investor kafir dari luar. Itu belum
kita lihat potensi zakat dari harta rikaz atau tambang sebanyak 20 %. PT
Arun saja sudah berapa kita dapat jika diambil 20 % untuk dizakati.
Lalu
kenapa amar makruf nahi mungkar juga termasuk bagian yang wajib diurus oleh
Pemerintah?
Kewajiban
amar makruf nahi munkar bagi seorang Pemimpin adalah membuat aturan yang tegas
dan pasti. Sebab jika kita pundakkan amar makruf nahi munkar kepada ulama maka
sifatnya hanya himbaun dan nasehat semata tidak ada sanksi bagi pelanggar.
Berbeda jika seorang otoritas yang membuat aturan. Jelas pelanggar bisa
diberikan hukuman.
Kemudian
surah Al-hajj ayat 41 yang kita bahas, bisa juga kita ambil kesimpulan lain
tentang kewajiban seorang pemimpin ada dua hal. Pertama, bertanggung jawab
terhadap tegaknya hukum-hukum Allah di Negara yang dipimpinnya. Kedua, Mengatur
ketertiban dan keamanan rakyatnya. Termasuk hukum lalulintas. Seperti di
Uni Emirat Arab, Pemerintah Emirat mengenakan pasal percobaan pembunuhan bagi
pengendara mobil yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Berdasarkan
kriteria dan tugas-tugas seorang pemimpin menurut Islam. Apakah Pemimpin Aceh
dan Indonesia sekarang sudah sesuai yang diharapkan Islam?
Untuk
pertama kalinya, khususnya warga Aceh pantas bersyukur dengan adanya
Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)
yang sudah mengizinkan secara legal untuk menjalankan syariat Islam secara
kaffah di Aceh.
Lalu
jika kita tanyakan apakah Pemimpin Aceh dan Indonesia sudah sesuai yang diharapkan Islam. Tentu
jawabnya, belum seratus persen. Tapi kita sudah menempuh di jalur yang benar. In
syaa Allah dengan kerja keras semua unsur kita akan sampai ke Pemerintahan
yang ideal. Bahkan menurut saya, proses perjalanan kita sekarang sudah cepat. Bila dibanding
dengan Mesir sudah sejak tahun 60-an meraka sudah punya draf syariat Islam tapi
tidak adanya political will sehingga sampai hari ini belum terwujud.
Kemudian
secara Nasional, Pemimpin Indonesia sejak dari dulu tidak ada yang islamis,
semuanya nasionalis sekalipun bersasal dari Partai Islam seperti Gusdur. Namun
alhamdulilah semua pemimpin Indonesia sangat
menghormati hukum-hukum Islam walaupun tidak sepenuhnya dijalankan.
Karena ciri-ciri NKRI sekarang bukan Negara
agama dan bukan Negara sekuler murni. Sehingga ada anekdot yang mengatakan “Indonesia
adalah Negara bukan-bukan” artinya bukan Negara agama bukan pula Negara
sekuler. Hahahahaha.
Karena
sekarang sedang center issu capres. Mohon komentar ustadz apakah capres
–cawapres kita sudah memenuhi syartul shihah (syarat legalitas) dan syartul
kamal (syarat kesempurnaan)?
Menurut
hemat saya dari kedua calon capres-cawapres sudah memenuhi syartul shihah
(syarat legalitas) namun syartul kamal (syarat kesempurnaan) silahkan
dipertimbangkan sendiri oleh ummat Islam, kira-kira calon manakah yang banyak
kemuslihatannya. Sebagaimana kata Al-mawardi setiap pemimpin milik zamannya.
Sebagaimana sudah kita sebuat di awal bahwa pemimpin mesti tegas dan punya ilmu serta wawasan yang luas. Menurut
saya, Indonesia hari Indonesia sedang darurat. Kita butuh pemimpin yang tegas
untuk mengahadapi ancaman dari luar yang ingin menjejah Indonesia dengan cara
mengangkut hasil bumi ke Negara pemilik modal. Bahkan menurut pendapat kebanyakan
ulama dalam kedaaan darurat pemimpin yang tegas jauh lebih penting dari pada
syarat lainnya jika Negara sedang dalam ancaman musuh.
Oke.
Sudah terjawab semua ustadz. Mungkin ada tambahan penting yang ingin
disampaikan?
Ya,
baik. Saya beserta pimpinan pesantren di Indonesia pernah diundang ke Pusat
Studi Asia Tenggara, Kiyoto University, Jepang. Ada dua orang Profesor
menjelaskan hasil penelitian mereka tentang kemana arah suara ummat Islam dan
Kristen dalam Pemilu di Indonesia. Mulai
Pemilu pertama hingga sekarang terus mereka amati. Tujuan penelitian mereka
hanya untuk masukan kepada Pemerintahan Jepang tentang pengambilan kebijakan
bidang ekonomi karena Indonesia adalah Negara terbesar yang memakai produk
Jepang.
Yang
paling unik adalah mereka sudah mengamati pencitraan Jokowi yang begitu massif
di berbagai media sejak menjadi wali Kota Solo. Mereka sudah memprediksi bahwa
Jokowi sudah disetting untuk RI 1 sudah jauh-jauh hari. Dalam amatan mereka
belum ada satupun tokoh Indonesia sejak merdeka sampai sekarang yang dicitrakan
layaknya Jokowi sehingga kita juga bisa melihat seperti di detik.com dan media
mainstream jutaan kali memuat konten yang mencitrakan Jokowi. (Mustafa W)
Posting Komentar