Oleh: Tgk Mustafa
Husen Woyla, S. Pd. I
Ada hal yang
menarik untuk diamati tentang semangat berorganisasi muslim di Jawa Timur, Disini
antara NU dengan Pesantren tidak bisa pisahkan satu sama lainnya, dalam kata
lain, setiap warga pesantren salafiah sudah pasti warga NU.
Sebelum jauh
melangkah ada baiknya penulis perkenalkan istilah sekitar NU. Nahdatul Ulama diakronimkan
menjadi NU, pengikutnya disebut Nahdiyyin. Faham NU sering disebut juga dengan
singkatan Aswaja (Ahlussunah wal jamaah) dan faham ini adalah faham mayoritas
di Indonesia sekalipun disegi penamaan berbeda-beda. Tokoh pendirinya adalah KH
Hasyim Asy’ari.
Aliran ini
berlandaskan Al-qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Mengakui kebenaran mazhab empat
yang makruf (Hanafi, Maliki dan Syafi’i dan Hambali) namun dalam beramal
memilih Fikih Imam Syafi’i. Oleh karena
itu sering juga faham Aswaja atau NU ini disebut dengan syafi’yyah. Dalam
bidang Aqidah warga NU mengikuti Imam Abu Hasan Asya’ri dan Al-Maturidi oleh
karena itu ada juga yang menyebutkan pengikut aliran teologi asy’ariyah wal Maturidyah,
artinya pengikut Abu Hasan Asya’ri dan Al-Maturid). Adapun Ciri khas warga NU
mengadakan maulidan, tahlilan, talqin mayyit, kenduri kematian dan dibolehkan
bertawasul.
Ada juga yang
menyebutkan kaum sarungan atau kaum salaf atau salafiah. Salafiah disini
bermakna harfiah yakni pesantren yang menganut sistem tradisional bukan salafi
Wabahy pengikut Muhammad bin Abdul Wahab Nejad yang menisbahkan diri pengikut
kaum salaf (para sahabat nabi terdahulu). Konkritnya Kaum salafi di Jawa Timur
begitu juga di Aceh adalah orang pesantren yang mengaji Kitab Turats (Kitab
Kuning) ulama-ulama yang masyhur dalam mazhab Syafi’i.
Untuk lebih
mengenal hubungan antara NU dengan
Pesantren di Jawa timur kami sudah mewawancarai empat nara sumber yang
berkiprah di NU sekaligus sebagai pengasuh di Pesantren. KH Anwar Mahrus (Ketua
Pembina Tertinggi Lirboyo), KH An’im Falahuddin Mahrus (Rais Am Lajnah Bahtsul
Masaail), KH Abdullah Kafabihi Mahrus (Rektor PT Tribakti dan Sekrataris Umum
NU JATIM) dan HJ Aina Ainaul Anwar
(Ketua Muslimat NU Kediri), KH Moch Ma’ruf Zainuddin (Pimpinan unit Pesantren
Salafi Terpadu Lirboyo).
Agar
terbentengi generasi Islam supaya tidak tergerus oleh aliran sempalan seperti
Wahaby Fundamental, Islam garis keras Negera Islam Indonesia (NII), Syiah, lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Liberalisme maka Pesantren Lirboyo
membentengi para generasi Islam dengan cara mengisi dengan ilmu pengetahuan
lewat Pesantren Salafiah yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman.
Disamping itu setiap santri juga didoktrin dan digembleng wajib berorganisasi dibawah
payung Nahdatul Ulama (NU).
Wajib disini
bukan berarti tidak boleh masuk ormas selain NU tapi kelak ketika santri keluar
dari Pesentren ketika berorganisasi acuan dasarnya faham Ahlussunnah wal jamah bermazhab
Syafi’i. Dengan cara ini pemahaman generasi akan murni sebagaimana diharapkan,
yakni generasi ahlusunnah wal jamaah. Demikian yang disampaikan oleh KH
Abdullah Kafabihi Mahrus (Rektor PT Tribakti dan Sekrataris Umum NU JATIM) di
Kediamannya di Komplek Pesantren Lirboyo.
Membendung faham liberalisme dan pluralisme agama dari
berbagai disiplin ilmu umum, Pesantren Lirboyo mendirikan unit otonom pesantren
Ar-risalah salafiah terpadu. Hal ini untuk membendung lahirnya putra-putri
Indonesia seperti Ulil Absar Abdalla dan Siti Musdah Mulia. Bahkan menurut HJ
Aina Ainaul Anwar (Ketua Muslimat NU Kediri) Ulil Absar Abdalla Ketua Jemaah
Islam Liberal (JIL) menantu kiyai ternama dan anak
seorang Kiyai yang sangat sufi, Ayah
Ulil jatuh sakit berat gara-gara
terus-menerus memikirkan tingkah anaknya yang sudah jauh melenceng dari faham
Ahlusunnah wal jamaah dan pemikiranya sudah diracuni oleh faham sekularisme.
Sehinga saban hari orang datang mengadu tentang ulah Ulil sudah berani meyerang
Islam dengan berbalut Islam Liberal. Jelas
HJ Aina Ainaul Anwar (Ketua Muslimat NU Kediri) dengan nada sangat geram di
ruang tamu kantor pesantren Ar-risalah Lirboyo.
Jika di Jawa Timur demikian adanya, Bagaimana hubungan NU dengan pesantren di Aceh?
Di Aceh umumnya pesantren
salafiah menganut faham Ahlussunnah wal jamaah. Dalam Fikih bermazahab Syafi’i
dan dalam bidang akidah mengikuti Abu Hasan Asy’ari dan Al-maturidi. Namun
dalam organisasi tidak semua Pesantren/Dayah di Aceh jamaah nahdhiyyin
(pengkiut NU). Walaupun secara prinsip
mendukung visi-misi NU namun banyak ulama dayah Aceh tidak terlibat dalam
kepengurusan NU. Di Aceh ulama Dayah ada wadah organisasi tersendiri yang
independen tidak di bawah Pemrintah. Antara lain; Himpunan Ulama Dayah
Aceh(HUDA), Majlis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA) dan Inshafuddin. Hal ini berbeda
180 derjat dengan Pesantren Jawa Timur setiap Pesantren underbow NU. Bahkan
kami dapati Gapura Pesantren terbuat dengan desain logo NU.
Penulis adalah : Anggota Magang Ke Pesantren Jawa Timur program Badan Pembinaan
Pendidikan Dayah (BPPD)Provinsi.
Posting Komentar