Untungkah Aneuk Beut Berdagang Dengan Allah?
(Refleksi Hari Santri Nasional)
Meudagang adalah bahasa
Aceh yang sudah mulai tergerus zaman. Sehingga jika ada satu dua orang
menggunakan kata meudagang sudah terasa tidak akrab. Akhir-akhir ini masyarakat
Aceh sudah sering mengunakan kata jak beut (mengaji). Bahkan
sudah mulai ada yang menggunakan kata mondok atau nyantri. Terlepas dari
rupa-rupa kata itu tetap tidak lari dari makna dasarnya yaitu tafaquh fiddin.
Adapun nama tempat meudagang sebelum dan sesudah kemerdekaan ada
bermacam sebutan dan nama menurut
daerah. Antara lain, Zawiyah (Arab), Dayah (Aceh) dan Pesantren (Jawa).
Dalam
ulasan ini penulis mengunakan kata Meudagang ini sebagai bentuk
penyelamatan perbendaharaan kata bahasa Aceh yang hampir punah. Adapun hal
lain yang paling esensial adalah kenapa
kata meudagang itu digunakan dan
dipopulerkan oleh masyarakat Aceh tempo dulu, bukankah itu bersifat
komersial? Kata meudagang itu akar
katanya dagang yang bermakna jual-beli.
Jika demikian adanya, tabukah mengunakan kata itu pada pekerjaan mulia yang
Allah dan rasulNya perintahkan itu?
Secara
ilmu kebahasaan (linguistik) jawabanya tentu tidak, karena endatu orang Aceh
terkenal dengan rumusan Narit Madja-nya yang begitu sarat dengan kandungan
makna dan pesan moral yang tersurat dan tersiratnya dalamnya serta masih
relevan digunakan sampai zaman modern ini.
Allah SWT dengan sangat gamblang mengunakan kata Meudagang (jual-beli)
dalam Al-Qur’an. Di antara bentuk jual
beli yang Allah tawarkan ke orang beriman dalam Al-Qur'an adalah iman dan
jihad. Jika mereka menjualnya kepada Allah, maka Allah akan membelinya dengan
surga.
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka……. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 111)
Al-'Imad
ibnu Katsir berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dia memberi ganti
dari jiwa dan harta benda para hamba-Nya yang beriman dengan surga karena
mereka telah rela berkorban di jalan-Nya. ini merupakan karunia, kemuliaan dan
kebaikan-Nya."
Jika ada orang
ekstrim kiri mengatakan, oh itu kan jihad bermakna qital yang tidak
relevan dengan zaman sekarang karena versi mereka jihad bermakna qital baru ada jika muslim diperangi. Kalau masih
aman tentram tidak boleh ada qital.
Boros saya yang
bukan pakar bahasa (lingius) , dari aspek filosofis ilmu linguistis meudagang
itu sangat mengarah ke jual beli bermakna hakikat bukan majaz.
Makna meudagang mengarah ke barter barang atau jasa, pun demekian di
dalam makna sesungguhnya jihad di jalan Allah semata mengharap ridha Allah
bukan Surga-Nya.
Dalam tinjauan khusus dunia pedagang (baca. Aneuk beut) juga penuh
perjuangan antara laba atau rugi.
berhasil atau gagal di masa meudagangnya. Dalam arti konkrit, rugi
disini adalah gagal menempah diri menjadi manusia berilmu, berakhlaqul
karimah dan tidak menjadi agen perubahan bagi keluarga, kaum dan
lingkungannya.
Hal ini lah
(Allah beli dari orang yang berani berjihad dalam arti yang luas) sangat
bersifat mengikat dengan adanya penjelasan dalam ayat Allah yang lain melarang
semua ke medan perang dan mesti ada dari meraka yang pergi menuntut ilmu
kemudian pulang memberi penerang bagi kaumnya.
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya
(Surat At-Taubah Ayat 122).
Peran aneuk buet
dan ulama
Sebelum
kemerdekaan
Sekalipun
masih dianak tirikan di negeri yang direbut dengan pekikan Allahu akbar ini,
sudah tak terbantahkan lagi mereka punya andil
besar dalam merebut dan mendirikan bangsa ini.
Dalam upaya mengusir penjajahan kolonial Belanda,
sikap para ulama yang kemudian diikuti oleh aneuk beut dan rakyat jelas
terlihat dari usaha membentuk laskar mujahidin yang terdiri dari para aneuk
beut dan masyarakat guna mengusir penjajahan dari bumi Serambi Mekkah. Hal
ini terus berlanjut hingga perang revolusi mempertahankan kemerdekaan.
Puncak dari dukungan para ulama dan aneuk beut
terhadap Republik Indonesia yang baru diproklamirkan adalah diterbitkannya
"Maklumat Ulama Seluruh Aceh" tanggal 15 oktober 1945. Maklumat ini
berisi fatwa bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah sama
dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil (jihad fi sabilillah),
dan merupakan sambungan dari perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Tgk. Chik di Tiro, dan pahlawan-pahlawan
kebangsaan yang lain. Maklumat penting ini diprakarsai dan ditanda-tangani oleh
empat ulama besar yaitu Tgk. H. Hasan Krueng Kalee, Tgk. Muhammad Daud
Beureueh, Tgk. H. Dja'far Sidik Lamjabat, dan Tgk. Ahmad Hasballah Indrapuri,
serta diketahui oleh Teuku Nyak Arief selaku residen Aceh dan di setujui oleh
Tuanku Mahmud selaku ketua Komite Nasional. (Sumber buku biografi Abu Hasan
Krueng Kalee).
Keluarnya maklumat ulama seluruh Aceh tersebut
sangat memberi dampak positif bagi pemerintahan baru RI saat itu. Meski tidak
sepenuhnya mewakili rakyat Aceh, maklumat tersebut sering ditafsirkan sebagai
pernyataan dukungan politik resmi rakyat Aceh terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Disisi lain, maklumat itu juga berdampak terhadap adanya dukungan fisik
dan materil rakyat Aceh bagi membiayai perjuangan mempertahankan kemerdekaan
RI. Sehingga tidak mengherankan, dalam kunjungan pertama presiden Soekarno ke
Aceh Juni 1948, ia menegaskan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal
pertama bagi kemerdekaan Republik Indonesia.
Dua trik Snouck
redam perlawanan pribumi Aceh
Realitas
membuktikan bahwa Belanda sangat
kualahan melawan pergerakan ulama dan aneuk beut sehingga perlu dikirim
sarjana ke Mekkah menjadi orientalis yang pada akhirnya dikirim ke Aceh dan
Nusantara untuk mencari titik kelemahan kaum muslimin.
Pertama,
Dikotomi Islam dan Politik, Kronologis terjadinya kecurigaan Belanda
terhadap dayah di Aceh dan Indonesia,
karena dalam ajaran Islam pemerintahan Belanda merupakan pemerintahan kafir
yang wajib dilawan dengan jihad fi sabilillah.
Hasil
analisis Snouck Hurgronje Islam di Indonesia mesti pilah terbagi kepada dua
bagian besar yaitu Islam sebagai religius yang menyarankan kepada pemerintah
agar berlaku toleran agar tercipta ketenangan dan stabilitas, dan Islam sebagai
politik yang harus dicurigai dan diawasi secara teliti darimana datangnya,
terutama yang dipengaruhi oleh ulama dayah.
Salah
satu teori yang ampuh digunakan oleh Snouck adalah teori Emile Durkheim, Beberapa
taktik Pemerintah Belanda dalam memadamkan pergerakan dan perlawanan anuek
beut antara lain: depolitatsi
(pemisahan agama dan politik ) ulama, aneuk beut dan rakyat. Juga para
teungku rangkang dalam mengajarkan agama dalam pengawasan Belanda. Tersebab itu
ada beberapa pemuda pilih mendalami agama pergi ke Yan Kedah, Malaysia.
Kedua,
merusak solidaritas, Dalam perkuliahan
dan diskusi dengan penulis, menurut Kamaruzaman Bustamam Ahmad (KBA),
Antropolog ternama Aceh, Snouck berhasil merubah paradigma orang muslim Aceh terhadap
agama. Dari mendahulukan agama daripada adat ke mendahulukan adat daripada
agama. Sehingga sering kita dapati ada orang yang meninggalkan salat gara-gara peutimang adat. Dan juga
saling hujat tersebab beda majlis taklim atau majlis zikir.
Tipu muslihat itu sampai hari ini masih
kentara terasa. Mungkin karena muslim Aceh terlampau percaya kepada teungku
puteh (laqab Snouck) itu yang konon
hafiz Al Qur’an dan pernah menyamar menjadi muslim sehingga dipercayakan jadi
imam di Mesjid Raya Baiturrahman. Mesjid kebanggaan orang Aceh.
Hikayat prang
sabi bakar semangat juang muslim Aceh
Hikayat
ini sendiri dikarang Tgk. Chik Pante
Kulu pada tahun 1881, atas perintah Tgk. Chik Di Tiro. Menurut
sarjana Belanda bernama
Zentgraaf, hikayat Prang Sabi karangan ulama Aceh itu telah menjadi
momok yang sangat ditakuti Belanda, sehingga siapa saja yang diketahui
menyimpan, apalagi membaca hikayat Prang Sab, mereka akan mendapatkan hukuman
dari pemerintah Hindia-Belanda dengan membuangnya ke Papua atau Nusa Kembangan.
Sarjana
Belanda ini menyimpulkan bahwa belum pernah ada karya sastra di dunia yang
mampu membakar emosional manusia untuk rela berperang dan siap mati kecuali
hikayat Prang Sabi karya Teungku Chik Pante Kulu dari Aceh. Kalau pun ada karya
sastrawan Perancis La Marseillaise dalam masa Revolusi Perancis, dan karya
Common Sense dalam masa perang kemerdekaan Amerika, namun kedua karya sastra
itu tidak sebesar pengaruh hikayat Prang Sabi yang dihasilkan Muhammad Pante
Kulu. Senada juga yang dikatakan oleh Prof. Dr. Anthoni Reid, ahli sejarah
bangsa Australia.
Awal kemerdekaan
Peran
ulama dayah tak berhenti hanya sekedar memerdekakan Negara ini dari penjajahan Belanda namun juga
mengawalnya. Sebagaimana tercatat bahwa, setelah diproklamirkan kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945-1946 dayah
Darul Ihsan sekarang (dulu dayah Meunasah Blang) pernah menjadi markas laskar
mujahidin untuk melawan agresi Belanda
I. ketika dipimpin oleh Tgk Ibrahim
Payed, wakil kepala Tgk Idris Lamnyong.
Tak
berhenti disitu. Tgk. Ali as Su’udy
beserta para mujahidin dikerahkan untuk menjaga wilayah pesisir/pantai Aceh
Besar dari masuknya kembali pasukan Belanda yang sudah berada di perairan
Sabang.
Kwetika
itu, sekitar lima puluh aneuk beut dan
para mujahidin juga dikirim untuk berperang di Medan Area (Besitang dan
Pangkalan Brandan di Sumatera Utara) bergabung dengan pasukan tiga bataliyon
Aceh lainnya. Yaitu Bataliyon Kolonel Tgk Nurdin (murid Abu Hasan Krueng
Kalee), Bataliyon Teuku Hamzah dan
Bataliyon Yusuf. Kemudian hari dari itu, Dayah Darul Ihsan juga pernah menjadi markas Persindo pimpinan
Tgk. Syekh Marhaban, Ali Hasjimi, dan Tgk Nurdin.
Menjaga
Kedaulatan NKRI
Peran
ulama besar Aceh memang tidak bisa
dilupakan begitu saja. Ketika terjadi konflik DI/TII Aceh yang dipimpin oleh
Tgk Daud Beureueh para ulama kaum tua, Abu Hasan Krueng Kalee
Abuya Muda Waly, Teungku Abdul Salam Meuraksa, Teungku Saleh Mesigit Raya dan
ulama lainnya tidak mendukung gerakan ini bahkan Tgk Syihabuddin Syah (Abu
Keumala) murid dari Abuya Waly dengan lantang mensosialiasi fatwa haram
terlibat dalam DI/TII ban sigom Aceh dan digolongkan mereka dalam ahli bughat
(Separatis).
Bahkan
sampai hari ini tidak ada istilah kudeta pemerintahan yang sah dalam tiga besar
organisasi Islam, yakni Perti-Tarbiyah, Nahdhatul Ulama dan Al-washliyah selama
tidak dengan terang melawan perintah Allah SWT.
Kenapa jamaknya aneuk beut berjiwa militan? jawabnya adalah pada umumnya dayah membentuk manusia yang berjiwa ikhlas, berakhlaqul karimah, ta’dhim hormat dan hubbul wathan (cinta tanah air). Itulah sebabnya penulis panjang lebar mengulas makna meudagang baik yang tersirat maupun terlafadh.
Hari ini, mulai dari Sabang sampai Merauke kami kaum yang masih dimarjinalkan di negeri
ini telah menyediakan generasi terbaiknya kami menjadi tokoh pergerakan,
menteri, pahlwan hatta Presiden.
Ayoo Tolak lupa!!! Mari sejenak kita
membaca Naskah Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga; “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.”
Pertama, bahwa Tugu Emas
di Monas dan pesawat RI-01 itu hasil patungan kucuran keringat orang muslim Aceh, tentunya berkat seruan dari para ulama dayah.
Kedua, Ramadhan adalah
saksi sejarah puncak perjuangan kemerdekaan para ulama dan aneuk beut
bersama umat Islam. (Jum’at, 9 Ramadhan 1334 H/17 Agustus 1945).
Ketiga, Allah sudah
persiapkan Indonesia menjadi Negara muslim terbesar di dunia bukanlah kebetulan
tapi sudah tercatat di Lauhul Mahfudz.
Keempat, tambah sendiri.
sebagai pemantik penulis mulakan dengan kata-kata nabi Sulaiman as ketika
melihat kebesaran Allah mendatang singgahsana Ratu Balqis dalam sekejab mata “Haaza
min fadhli rabbi (ini termasuk kurnia Tuhanku Allah).
Penulis adalah; Guru
Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee, Alumni dayah Darul Muarrif Lam Ateuk
dan BUDI Lamno, Sektaris Jenderal Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) dan juga
Panitia Lomba menulis hari Santri Nasional II.
Email: risalahbuyawoyla@gmail.com
Posting Komentar